Realitas kehidupan pada kenyataanya lebih butuh sebuah sentuhan yang lebih nyata oleh kekecewaan, penolakan dan kegagalan. Dengan itu, setiap pribadi yang lahir dalam ruang dan waktu ini akan merasa bahwa ada sesuatu yang lebih nyata untuk diwujudkan, sesuatu yang menjadi motivasi pada kehidupannya dan yang kan menegaskan pribadinya menjadi lebih eksis dari sebelumnya. Hanya dalam pergolakan untuk kebahagiaan, manusia dapat kita katakan hidup. Sebuah alasan yang dicari dan diciptakan.
Bukan berarti bahwa kebahagiaan dan kenikmatan instan yang kita peroleh lalu mengkaburkan makna kehidupan yang sesungguhnya, bukan juga bahwa cinta dan harta yang telah kita peroleh adalah penghambat yang mengekang eksistensi kita sebagai manusia, namun harus juga dipahami bahwa ada subyektifitas dalam diri setiap manusia, sebuah relativitas dalam alam semesta mikro yang ada pada diri masing-masing kita, yaitu jika kebenaran hanya berlaku untuk manusia dan kepribadiannya, maka takkan ada kebenaran yang lebih paripurna selain kebenaran yang datang dari subyektifitas ilham kemanusiaan. Dan dengan itu pula kita mendefinisikan kembali setiap pergolakan untuk hidup dengan cara masing-masing yang khas tanpa prasangka apa-apa.
Dengan keluasan pemikiran yang seperti itulah kita lalu sampai pada inti penulisan monograf sederhana ini, yaitu bahwa setiap manusia memerlukan pergolakannya sendiri untuk bisa memaknai kehidupannya, menegaskan arah hidupnya dan menjawab pertanyaan paling monumental dalam sejarah kemanusiaan.. " untuk apa kita hidup di dunia ini ?".
A
Komentar
Posting Komentar