Untuk
bisa kembali melihat dunia dengan damai, harus ada pergolakan yang di
perjuangkan. Beberapa orang melihat kebenaran sebagai sebuah akhir yang
absolut. Tanpa punya celah untuk dipertanyakan lagi, kebenaran bagi mereka
adalah apa yang mereka percayai.
Subjektifikasi
terhadap kebenaran yang objektif merupakan perlakuan yang salah. Tentang kehidupan
yang kita jalani atas dasar perspektif adalah juga kesalahan yang kita biarkan.
Kita membiarkan diri kita menerima sebuah preposisi yang tak teruji, sebuah
kesimpulan yang di dapat hanya dari satu sudut pandang. Perspektif adalah
kebenaran yang tak sempurna. A half truth
is not a truth. Kebenaran yang hakiki adalah kebenaran yang tidak kita
sebagai manusia percayai, melainkan sesuatu yang tak lagi bisa kita sangkal.
Tak
peduli apakah kebenaran itu menghancurkan landasan hidup kita, atau menistakan
kepercayaan kita, ia akan tetap menjadi kebenaran yang absolut. Takkan tergoyahkan
oleh apapun dan takkan hancur oleh setiap dogma yang mengekang kebebasan
kebebasan kita sebagai manusia. Sesuatu yang kita sebut sebagai kebebasan pada
kenyataanya merupakan satu-satunya konsep yang mendefinisikan kita sebagai
manusia yang istimewa. Sebagai satu-satunya mahkluk yang sadar akan kebebasanya
diatas dunia dan mengerti bahwa pencarian atas kebenaran yang hakiki takkan
pernah berhasil tanpa kesadaran yang kuat bahwa kebebasan berfikir merupakan
sebuah keharusan.
Kebebasan
adalah kunci untuk menemukan kebenaran. Sehingga akan terasa sangat susah bagi
mereka-mereka yang tak lagi memiliki kebebasan dalam berfikir, untuk bisa
mengolah dan menerima sebuah gagasan tentang yang benar dan yang salah. Ideologi,
agama dan keyakinan pada hakikatnya merupakan seperangkat aturan yang membatasi
kebebasan manusia dalam berfikir, sehingga mengaburkan perspektif yang jelas
dan lebih luas terhadap suatu fenomena tertentu. Berbagai Batasan-batasan baik
dari segi individu hingga masyarakat tidak lagi mengajarkan manusia untuk “mencari”
kebenaran, melainkan “memaksa” manusia untuk menerima “kebenaran” yang sudah
ada sebagai satu-satunya kebanaran yang penting untuk diketahui. Hal ini adalah
sebuah kesalahan dalam memperlakukan ideologi-ideologi tersebut sebagai
pengatur cara berfikir dan bukan cara bertindak.
Pengaturan
terhadap etika dan moralitas kemanusiaan adalah penting dan sangat amat
berpengaruh terhadap kelangsuangan hidup manusia di dunia ini, namun pembatasan
tersebut tak harus dan tak perlu menyentuh ranah pemikiran manusia.
Kebebasan
dalam berfikir tidaklah sama dengan kebebasan dalam bertindak. Pembatasan terhadap
tindakan manusia merupakan penting dan esensial mengingat kecenderungan negative
dari kemanusiaan saat dihadapkan pada kebebasan tanpa aturan. Namun, hal
tersebut ridak berlaku terhadap kebebasan berfikir. Pembatasan dan pengekangan
kebebasan manusia dalam mencari, menganalisa, dan menetapkan suatu fenomena
merupakan pengkhianatan terhadap diri sendiri dan penghinaan terhadap
kredibilatas diri kita sebagai manusia.
Harus
ada kesadaran yang monumental di dalam diri setiap manusia, tentang kedamaian
hakiki yang didambakan oleh semua orang. Kedamaian yang kita terima dari
pergolakan yang jujur dan bebas, tanpa Batasan dalam berfikir.
A.
Mantap kak, sangat filosofis. Seorang filsuf pernah berkata bahwa kemampuan manusia berpikir yang sekarang tidak lagi semurni dan sekokoh sebagaimana jika manusia menggunakan nalarnya sendiri sejak lahir.
BalasHapus