sesuram awan awan malam yang mengambang terbang hilang
dalam mata penuh kegelapan kuberujar dalam dada bahwa dunia tak lagi sama saat tirai tirai merah melantunkan lagu indah bersama angin yang bertiup mesra dalam kesatuan irama lama tentang cinta.
aku tak lagi percaya dengan kesendirian yang melahap tanya bagaikan tikus tikus kotor penghuni nestapa yang tak henti hentinya bertukar tanya dalam gulita sempurna ruang ruang hampa.
jalan sepi penyambung nyawa terlentang pasrah menghadap derita bersama dengan langkah langkah payah kuberlari menembus pekat malam yang hitam legam tanpa cahaya.
benturan suara suara hampa bertaburan membasahi sekujur lara dalam khayal khayal liar pencinta bahaya yang terhempas dedaunan kelam penabur sengsara.
ingatan akan panjang cerita tentang kita bersama mengukir harap dalam kurungan indah bercahaya yang sekali lagi semakin pudar mendua tiga dan lima hingga tak ada lagi yang bersedia tersisa.
matangnya malam menambah selera dalam pencarian kesendirian yang hina hingga kilauan cahaya gelap berpaling dalam tatapan girang fajar membara.
entah mengapa hanya tanya yang kini tersisa menjawab canda sunyi yang terpampang indah menyedihkan sukma jika saja senyum itu masih ada hingga dilema hanyalah debu debu sampah tak berguna.
aku berkata dengan tanpa bertanya hingga yang ada hanya polos tanpa sentuh tangan logika yang kasar lapar tak berakar dalam lubang hidup seorang pria.
kutuklah hari hidup hingga takdir semau kata hingga gila menjalar sekitar raga dalam kepala tapi saat akhirnya telah tiba taklah berguna kata logika selain merelakannya.
Komentar
Posting Komentar