Manusia
dewasa ini hidup dengan penuh ketakutan, kegelisahan dan begitu banyak
kecemasan tentang masa depan dan sebagainya, hidup di dalam masyarakat yang
secara sadar maupun tidak adalah masyarakat yang menilai hampir segala aspek
kehidupan manusia didalamnya dengan menggunakan sebuah alat tukar yang mereka
sebut uang. Seorang anggota masyarakat yang mampu mendapatkan uang dengan
beragam usaha dan kerja keras akan mendapatkan tempat yang tinggi dalam tatanan
masyarakat tersebut dan dengan itu pula hidupnya dan anak keturunannya akan
dinilai sebagai hidup yang baik dan dipandang tinggi, dihormati dan disegani
oleh anggota masyarakat yang lain. Sedang mereka yang tak mampu menghasilkan
pundi-pundi berharga tersebut kemudian diasingkan, dibuang dan terpinggirkan,
perbedaanya hanya satu, yaitu karna yang satu mampu mendapatkan uang sedangkan
yang lain tidak, cukup menyedihkan saat hidup anak manusia kemudian dinilai
lebih berharga dari pada lembaran kertas yang memiliki angka.
Terlalu
banyak ketidakadilan di hidup dan dunia ini dari pada keadilan yang terasa
buram itu sendiri, dan tujuan hidup manusia telah terbentuk hanya beberapa
tahun sejak kelahirannya di bumi ini. Sebuah tujuan yang bermuara pada
pencarian kebahagiaan hidup di dunia. Setiap aspek dalam hidup seorang manusia
dalam masyarakat kemudian menjadi komoditas perdagangan yang semuanya dinilai
dan standarisasikan dalam kurs dollar, rupiah dan mata uang lainnya tergantung
wilayah negara masyarakat yang bersangkutan, kehidupan yang dijalaninya lalu
menjadi kehidupan yang berorientasi pada keuntungan dan menganggap semua hal
yang tak berguna adalah merugikan dan harus ditinggalkan. Sebuah sistem
masyarakat yang terstruktur secara matang dengan berorientasi pada peningkatan
profit lalu memberikan sebuah sugesti masal kepada masyarakat yang ada di
dalamnya melalui berbagai organ baik otoritas, keamanan dan media massa, agar
setiap individu yang ada di dalamnya mampu untuk menumbuhkan sebuah gagasan
sederhana bahwa ‘hidup harus bahagia dan kebahagiaan hanya bisa didapat kalau uang
sudah kita punya’, sebuah ide yang ditanamkan dengan maksud untuk meningkatkan
produktivitas kerja para anggota masyrakat yang kemudian akan meningkatkan
profit dari sebuah sistem masyarakat yang dipimpin oleh sebuah ‘dewan direksi’,
yang terdiri dari para pemegang otoritas, ekonom, politisi, agamawan, dan
berbagai orang dengan kepentingan yang berbeda-beda tetapi berbagi akar yang
sama, yaitu uang. Singkatnya, anggota masyarakat kemudian secara tidak langsung
dididik menjadi ‘buruh’ yang siap bekerja dengan harga ‘murah’, bahkan tidak
dibayar sama sekali, dan bahkan harus membayar kepada ‘otoritas’ tertinggi
untuk dapat hidup dengan lebih ‘aman’ di dalam sistem masyarakat tempatnya
tinggal dengan sebuah sistem pembiayaan ‘wajib’ atas nama negara atau wilayah
yang kemudian disebut ‘pajak’. Bayangkan anda lahir di dunia lalu disekolahkan
dan diajaran untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa bertanya apakah
itu baik atau buruk, lalu kemudian anda bekerja di dalam suatu perusahaan yang
terus menerus memberikan tuntutan kepada anda dan bahkan anda harus membayar
agar bisa tetap ‘hidup’ dan terus melakukan hal-hal yang anda ketahui tanpa
bertanya apakah hanya ini satu-satunya cara untuk hidup?, atau apakah memang
manusia hidup di dunia ini hanya untuk bekerja keras lalu mati?...terkadang
orang tak mau mempercayai sebuah kebenaran hanya karena mereka terlalu nyaman
hidup dalam kebohongan.
Tentang
cinta, tentang hidup dan kehidupan… hanya sebuah proyeksi ‘kreatif’ tentang
bagaimana uang merasuk kedalam diri manusia. Ya, untuk mendapatkan cinta,
menjaganya dan mempertahankannya pasti butuh uang. Kalau ada yang bilang bahwa
cinta hanya butuh cinta itu sendiri untuk hidup, maka dia mungkin tak pernah
merasakan bagaimana rasanya cinta saat dimasak dengan taburan sayang dan irisan
kasih, kemudian dikukus dalam balutan rindu lalu disajikan bersama sepotong
kebadian rasa, ya, saya pernah merasakanya dan rasanya tak lebih dari sebuah
omong kosong. Di dalam masyarakat yang mencintai uang lebih dari apapun,
seonggok cinta tak lebih dari sekedar sampah. Dan tentang kehidupan, tak
berbeda dengan cinta, hidup manusia saat ini bukan lagi miliknya seorang diri.
Bagaikan lembaran saham, kepemilikan hidup seorang manusia telah terbagi kepada
beragam investor yang kemudian ikut mengendalikan jalan hidup dan pilihannya.
Seorang anak terikat dengan orang tuanya, terikat dengan sahabat-sahabatnya,
terikat dengan cintanya, terikat dengan masyarakat dan agamanya, hingga
kemerdekaan bagi sebuah jiwa tersebut terasa tak mungkin untuk dicapai akibat
ikatan yang terlalu erat menahan dan menegaskan arah hidup yang tak selalu
diinginkannya, semuanya hanyalah sebuah ikatan emosional yang telah
terselubungi olehkepentingan materialism yang tak kasat mata. Anda bicara tentang
free will?, don’t make me laught..!!
Hanya
sebatas inilah yang bisa kita capai di dunia yang hidup untuk uang dimana tak
ada tuhan selain uang dan hanya uanglah cinta sejati yang sesungguhnya, ya
sungguh sebuah dramatisasi murah yang menyedihkan. Tapi marilah kita bertanya
pada diri kita yang bodoh ini, apakah hidup manusia memang harus seperti ini?
Apakah arti cinta itu hanya se-mengecewakan ini? Apakah memang ini tujuan awal
penciptaan manusia? Untuk mengejar uang? Untuk mencintai uang? Untuk menyembah
uang????.. sekarang mari kita
berandai-andai dalam suatu imajinasi terliar yang mampu kita kreasiakan.
Bagaimana jika uang bukan lagi merupakan masalah bagi manusia, bagaimana jika setiap
orang tak perlu lagi khawatir tentang masa depan, tentang tagihan-tagihan
pembayaran dan sebagainya. Bagaimana jika setiap orang mampu memenuhi kebutuhan
pokoknya secara instan dan mudah tanpa harus menilai segala sesuatu dengan
uang. Bagaimana jika setiap orang di dunia ini bisa hidup berkecukupan tanpa
harus menggunakan uang. Bagaimana jika manusia bisa hidup bebas tanpa ikatan
dengan uang…. ??
Mungkin
cinta manusia bisa lebih suci dan abadi dan kehidupan seorang manusia juga akan
lebih berarti, entahlah…
Selebihnya
silahkan anda berimajinasi sendiri dan simpulkan seorang diri…
Komentar
Posting Komentar