Berat hati saat harus meratapi kenyataan bahwa tak semua yang kita inginkan bisa jadi sebuah kenyataan. Seperti keringat yang berlinang diantara gersangnya gurun tanpa setetes air, keberadaanya adalah penghinaah pada penderitaan. Memanggil bulan untuk kembali pada kawanan serigala bahkan jika gelap malam menutupi harapan dalam cahayanya, jangan pernah percaya bahwa kita tak bisa berbuat apa-apa. Kebisingan yang tak berujung kini hadir mengisi perpustakaan indra yang semakin lama justru semakin menenangkan, entahlah... terkadang kita terjebak dalam dualisme yang kontradiktif namun berujung pada kedamaian yang aneh namun menenangkan, merasa sepi dalam keramaian, senang dalam kesedihan, tenang dalam kemarahan, bimbang dalam kepastian, terang dalam kegelapan dan bahkan mati dalam kehidupan... hidup manusia kini tak lagi bicara tentang sebuah gagasan mengenai keseimbangan (equilibrium).
Keterasingan yang dirasakan oleh mereka yang paham dialektika historical gagasan Marx dalam hubungannya dengan pekerja dan hasil pekerjaanya adalah sebuah gagasan paling jujur yang bisa diterima oleh kita yang hidup ditengah masyarakat kapitalis modern ini. Sebuah dorongan filosofis yang rasional pada taraf kesadaran bahwa apa yang kita buat tak akan selalu menjadi milik kita secara utuh dan absolute.
Konsep kepemilikan dengan perlahan telah bergeser kearah yang relative dan dengan kerelatifan itu, tak ada lagi yang bisa kita miliki selain impian, gagasan, ide, kepercayaan dan segala sesuatu yang abstract tanpa bentuk dan dimensi yang membuatnya terbatas.. realitas yang kita miliki itu pada akhirnya adalah satu ketidak-terbatasan yang absolut.. sesuatu yang bukan milik siapapun kecuali kita dan tak ada kekuatan politics maupun fisik yang mampu merebutnya, sebuah keparipurnaan dalam kemanusiaan. Kebebasan yang sesungguhnya.
A.
Komentar
Posting Komentar