Langsung ke konten utama

DPR : Degradasi Moral dan Pemecahanya





Dewan Perwakilan Rakyat, suatu badan independen yang menjadi penopang keberlangsungan penyelenggaraan negara,  dengan bersama-sama presiden dan mahkamah agung sebagai suatu kesatuan dalam sistem pemerintahan presidensial ala Indonesia, adalah vital bagi bangsa ini terlebih rakyat Indonesia yang menjadi penguasa tertinggi dalam tatanan suatu negara demokrasi, dimana DPR sebagai pusat aspirasi rakyat yang menanggung beban dan kewajiban maha tinggi kepada rakyat dalam melaksanakan janji kemerdekaan dalam Undang-Undang Dasar 1945,  yang diantaranya,  mewujudkan suatu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam proses demokrasi bangsa ini, DPR dengan segala prestasi dan noda, dalam sejarah perkembangannya telah memberikan sesuatu yang besar bagi bangsa ini dan terlebih rakyat Indonesia, yaitu “kesempatan”. kesempatan untuk memberikan aspirasi dalam membangun negri bersama-sama dalam naungan negara republik kesatuan yang telah ada bersamaan dengan lahirnya bangsa dan negri ini, kesempatan yang terasa begitu penting bagi setiap anggota masyarakat Indonesia untuk memberikan barang sedikit kontribusi untuk kemajuan dan kesejahteraan negri, kesempatan bagi setiap opini demi opini yang lahir dari kesadaran akan kebangsaan yang kuat dan bukan hanya atas dasar kepentingan pribadi maupun golongan semata melainkan untuk Indonesia yang satu dan sejalan.
Berkaitan dengan tujuan awal dibentuknya lembaga ini yaitu sebagai basis aspirasi rakyat secara luas, telah kita lihat bersama dalam perjalan sejarahnya hingga kini, masih banyak hal-hal penting yang mesti diperbaiki, entah itu dari segi internal maupun dari substansi pengambilan setiap keputusan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat, sebagai bagian penting dalam proses pendewasaan dan perbaikan kinerja lembaga ini secara keseluruhan. Perbaikan - perbaikan tersebut dirasa perlu akibat dari ketimpangan sosial maupun moral yang seringkali menerpa anggota - anggota dewan dewasa ini. Entah disadari atau tidak, diakui ataupun tidak, celah untuk terjadinya manipulasi dalam segala bentuk yang berkaitan dengan wewenang maupun tugas dari masing-masing anggota dewan, yang berujung pada tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme dan beragam bentuk lainnya dari penyimpangan-penyimpangan yang telah dianggap “lumrah” dalam batasan-batasan tertentu, telah menjadi semakin mengkhawatirkan. Celah terjadinya hal-hal tersebut diatas adalah mutlak ada, dan itu dibuktikan oleh beragam kasus-kasus yang menerpa ruang baca masyarakat luas dewasa ini. Maka dari itu, perlu adanya suatu kemauan dan kesungguhan dalam proses penegakan hukum di negri ini, karna masyarakat tidak akan bisa memilih antara kebebasan hukum dengan kepastian hukum jika mental penegak hukum itu sendiri “korup” dalam artiannya yang luas.
Menilik lebih dalam lagi penyebab meningkatnya degradasi moral dalam kaitannya dengan perilaku kalangan anggota dewan, haruslah dilihat dari seginya yang paling dalam. Sebagian besar anggota – anggota dewan yang ada dan terpilih secara langsung oleh masyarakat, masih melihat “kursi” di Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tujuan utama dalam hidup perpolitikannya,  dan bukan sebagai alat ataupun jalan yang dapat digunakan untuk membangun bangsa dari keterpurukan. Hal ini menjadi suatu ke”lumrah”an yang menyedihkan dan sungguh menyakitkan rakyat, betapa tidak, kursi dewan yang diberikan rakyat dengan harap yang menjulang tinggi dan  dengan penuh kepercayaan, hanya digunakan untuk mengais pundi-pundi materi atas dasar kepentingan rakyat yang terselubung dalam kepentingan pribadi maupun golongan yang penuh dengan kemunafikan yang luar biasa. Hal ini juga tidak terlepas dari sedemikian banyaknya factor – factor yang mempengaruhi maupun yang mendukung terjadinya degradasi moral tersebut, diantaranya, berkaitan dengan mental dari para anggota dewan. Telah puas kita disuguhkan berita- berita tentang kasus-kasus korupsi, gratifikasi hingga pencucian uang yang berkaitan dengan sederetan nama penghuni gedung nusantara yang dengan jelas mencerminkan betapa lemahnya mental mereka sebagai wakil rakyat. Mental yang dibangun bukan atas dasar kesungguhan menjalankan tugas negara dan tanggungjawab yang besar kepada masyarakat, melainkan mental yang diasah dalam kemelut hitam materialisme sempit yang berlandaskan kekuasaan, uang, harta dan nikmat dunia fana. Kemudian juga, dilihat dari campur tangan partai politik pengusung yang berkontribusi cukup signifikan dalam perilaku anggota dewan, berkaitan dengan pengambilan keputusan maupun pembuatan regulasi – regulasi yang menyangkut secara langsung maupun tidak langsung kepada partai politik pengusung tersebut, menjadikan seorang anggota dewan yang diusung harus bisa dan tidak boleh tidak, harus “membalas budi” kepada parpol yang mengusung dirinya, dalam hal ini sesuai dengan wewenang dan tugas dari anggota dewan yang diusung tersebut. Hal ini mungkin dapat dikatakan sebagi suatu dilema dalam proses perpolitikan negri ini, terlebih lagi memang partai politik sebagai alat aspirasi rakyat, dapat dan bisa melakukan sesuatu yang dibutuhkan untuk menunjang eksistensinya dalam proses politik yang berlaku, dimana keder partai juga mempunyai tanggung jawab bukan hanya kepada rakyat tetapi juga kepada partai dengan segala visi maupun misinya yang ada. Memang jika kita lihat bersama, organisasi – organisasi politik yang ada tidak akan pernah bisa melahirkan manusia-manusia yang otonom., manusia-manusia yang bebas dan kritis dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada, hal tersebut bukan atas dasar sesuatu apapun melainkan peraturan ataupun disiplin  partai yang memang mengatur itu secara jelas dan lengkap untuk diikuti setiap kader yang ada. Realita yang hadir sekarang ini telah memaparkan kepada kita bahwa, orang-orang dalam partai politik beserta pembicaraan-pembicaraannya pada dasarnya hanya bisa memberikan kritik terhadap sesuatu, entah itu kritik terhadap pemerintah ataupun lawan politiknya, kritik-kritik tersebut adalah sesuatu yang bersifat menjatuhkan ataupun membenarkan pihak-pihak yang bersangkutan dengan kepentingan partai, sedangkan sikap kritis, yaitu semangat atau kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan dengan menggunakan penalaran dan penilain sendiri yang tidak dibatasi oleh garis-garis tertentu maupun hal-hal yang bersifat membatasi kebebasan berfikir dalam bentuk apapun, masih belum bisa diresapi dan di implementasikan oleh sebagian besar partai politik pada umumnya dan kader partai, dalam hal ini anggota dewan pada khususnya.
            Terlepas dari apa-apa yang terurai diatas, permasalahan negri ini, terlebih yang berkaitan dengan system perpolitikan dan demokrasi Indonesia dalam kaitanya dengan perilaku anggota dewan, telah menjadi ranah yang bukan hanya ada untuk di kritisi, tetapi lebih dari pada itu juga harus di cari pemecahannya yang terbaik secara kritis dan bertanggungjawab.
            Setidaknya ada beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan oleh masyarakat dan terlebih para anggota dewan sendiri mengenai pemecahan masalah-masalah integritas moral maupun social diatas, terlebih yang berkaitan dengan fenomena KKN yang ada dan terjadi dalam lingkungan pemerintahan, lebih khususnya dalam lingkup legislative. Opsi yang pertama yaitu, harus adanya suatu kesungguhan dan reformasi secara mendasar dalam proses penegakan hukum di negri ini, terlebih yang berkaitan dengan tindak pidana KKN. Penegakan hukum adalah dasar dari tercapainya suatu proses demokrasi yang murni dan merupakan barometer yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat sehat tidaknya suatu proses demokrasi yang ada dalam suatu negara. Semakin tinggi tingkat penegakan hukum suatu negara, maka semakin sehat pula proses demokrasi yang ada di negara tersebut, dilihat dari sudut pandang hukum. Kemudian pemerintah,  dalam hal ini juga adalah kaum legislative,  harus bisa merumuskan suatu regulasi yang mengatur tentang pengawasan secara mendalam terhadap segala bentuk kegiatan atau hal-hal apa saja yang dapat memungkinkan terjadinya suatu tindak pidana KKN, baik dalam lingkup eksekutif, legislative, hingga yudikatif. Regulasi ini dirasa perlu dan harus ada sebagai suatu bentuk kesungguhan dalam perlawanan terhadap macam-macam degradasi moral maupun social yang ada dalam lingkup penyelenggaraan negara. Masyarakat sebagai bagian terpenting dalam lingkup demokrasi negri ini juga harus turut serta memberikan kontribusi secara langsung dalam mengawal tercapainya suatu lingkungan pemerintahan yang bersih dan jujur, dengan cara aktif dalam memberikan kritik yang membangun dan juga opini-opini kritis yang memang diperlukan sebagai bagian dari proses demokrasi, juga pengawasan secara rutin terhadap kinerja anggota dewan yang berhutang janji kepada kita, kepada masyarakat Indonesia.
       Opsi kedua yang dapat dan memang perlu untuk dipertimbangkan implementasinya di masa depan yaitu, pendidikan karakter yang berkesinambungan bagi generasi muda penerus bangsa. KKN telah menjadi budaya di negri ini entah itu disadari atau tidak. Pemecahannya secara “permanen” bagi negri ini tentu bukanlah hal yang bisa dilakukan secara instan dan sekejap mata saja, harus ada suatu kemauan kuat dan kesadaran bersama dari setiap lapisan masyarakat untuk mau merubah dan menghapus budaya KKN yang sudah mengakar sekian lama itu, dan jalan yang paling baik untuk mewujudkannya adalah dengan pendidikan, lebih tepatnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu pola pendidikan yang menekankan pada pembentukan karakter dari generasi penerus bangsa, karakter mereka dibentuk agar menjadi manusia-manusia yang bukan hanya bisa bekerja dan beropini, melainkan juga dapat membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari, bukan hanya tentang logika tapi juga tentang etika dan sikap berbangsa dan bernegara yang ditanamkan secara kuat dalam benak dan pikiran, hingga dapat dituangkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat. Para penerus bangsa inilah yang dengan karakter kuatnya akan mampu memberikan suatu titik terang dalam permasalahan negri ini kelak, dan mereka-mereka inilah yang akan membawa negri ini menjadi bukan lagi “negara gagal”, melainkan negri yang bersih dari korupsi dan semua hal yang meluluh-lantakkan moral bangsa. Mungkin akan butuh waktu lama untuk kita dapat merasakan negri Indonesia yang seperti itu, yang kokoh, yang terlepas dari benalu KKN, yang toleran, damai dan indah, tapi waktu itu pasti akan datang kalau kita memulainya sekarang !




Oleh : Agung Saputra Tamrin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fungsi Pengorganisasian dalam Manajemen | Makalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya koordinasi yang kuat dan komunikasi yang lancar antar karyawan dalam suatu perusahaan sangat dibutuhkan demi kemajuan suatu perusahaan. Untuk memenuhi hal tersebut dalam manajemen diperlukan suatu pengorganisasian yang sangat teratur. Kemajuan suatu perusahaan dapat tercapai jika terbentuk pengorganisasian yang teratur mengingat dengan pengorganisasian semua pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Artinya dengan pengorganisasian dapat menghemat waktu dan tenaga kita untuk bekerja sehingga kita dapat mengerjakan pekerjaan yang lebih penting karena pekerjaan yang lainnya dapat dilakukan oleh orang lain. Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang mengikuti perencanaan. Ini adalah fungsi dimana sinkronisasi dan kombinasi sumber daya manusia, fisik dan keuangan terjadi. Semua tigasumber daya penting untuk mendapatkan hasil. Oleh karena itu, fungsi organisasi membantudalam pencapaian hasil yang sebenarnya penting untuk fu...

Binatang Paling Munafik yang Pernah Diciptakan Tuhan

Seperti sedia kala, saat kita berjuang dengan segenap raga untuk hidup, untuk menyambung nyawa yang parah terluka oleh belati dunia fana. Disaat itulah kita sadar bahwa hidup adalah cobaan, dan cobaanlah yang menjadikan hidup seorang manusia berarti. Tapi sampai dimana cobaan itu datang dan memberikan perih ? apakah seluruh hidup manusia adalah tentang kesakitan, ketidakadilan hidup ? setiap keluhan yang ku tujukan dan kuumbar kepada malam hanya akan terbiar tak berjawab selain keheningan dan dingin yang familiar. Orang yang tak bisa berbuat banyak hanya bisa mengeluh dalam kesendirian dan deruh kerinduan akan kebahagian hanyalah sebuah mimpi yang hadir di masa lalu dengan pengulangan yang dramatis dalam pikiranku, pikiran seorang manusia yang buta dan tak tahu apa-apa tentang dunia, tentang hidup dan cinta. Kehidupan menjadi terlalu sederhana dalam hari-hari dewasa yang tak terlalu istimewa, uang dan segala yang memberikan nilai adalah segalanya dan tanpanya manusia hany...

Wewenang, Tanggung Jawab dan Pendelegasian Wewenang | Makalah

BAB 1 PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Masalah Wewenang, tanggung jawab dan pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang sangat penting dan vital dalam organisasi manajemen / kantor. Atasan perlu melakukan pendelegasian wewenang dan koordinasi agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah kosekuensi logis dari semakin besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dirinya sendiri. Bila atasan menghadapi banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh satu orang, maka ia perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih dapat memperkuat organisasi, terutama disaat terjadi perubahan susunan manajemen. Yang penting disadari adalah disaat kita mendelegasikan wewenang dan mengkoordinasikannya kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya t...