Program
Studi Administrasi Negara
Manajemen Pelayanan Publik : New Public
Management
Mengapa
kita memerlukan New Public Management?
Perdebatan tentang kinerja administrasi publik di seluruh dunia
selalu ditandai dengan ketidakpuasan. Baik politisi maupun warga, bahkan juga
pegawai administrasi sendiri, mengkritisi administrasi dengan kata kunci:
”terlalu lamban, terlalu mahal, terlalu jauh dari kebutuhan manusia, korup,
buruk mutu serta pemborosan anggaran dan sumber daya manusia”. Pada saat yang
sama tengah dilakukan pula diskusi yang dipromotori oleh Bank Dunia, OECD dan
institusi-institusi besar lainnya tentang “Good Governance” atau pemerintahan
yang baik. Istilah ini dalam sebagian besar penggunaannya sering dikaitkan
dengan frasa yang diawali dengan negasi seperti “tidak ada korupsi, tidak ada
penyalahgunaan uang rakyat, tidak ada KKN, dls”. Padahal, kita bisa mencoba
merumuskan tujuan “Good Governance” dengan kalimat positif, seperti definisi
berikut: Good Governance adalah suatu bentuk pemerintahan dan adminisitrasi
publik yang mampu bekerja secara efisien, yakni mampu memenuhi kebutuhan
rakyat. Definisi ini sama dengan apa yang diharapkan dapat dihasilkan oleh “New
Public Management”. New Public Management (NPM) merupakan sistem manajemen
administrasi public yang paling aktual di seluruh dunia dan sedang
direalisasikan di hampir seluruh negara industri. Sistem ini dikembangkan di
wilayah anglo Amerika sejak paruh kedua tahun 80-an dan telah mencapai status
sangat tinggi khususnya di Selandia Baru. Perusahaan-perusahaan umum
diprivatisasi, pasar tenaga kerja umum dan swasta dideregulasi, dan dilakukan
pemisahan yang jelas antara penetapan strategis wewenang negara oleh
lembaga-lembaga politik (APA yang dilakukan negara) dan pelaksanaan operasional
wewenang oleh administrasi (pemerintah) dan oleh badan penanggungjawab yang
independen atau swasta (BAGAIMANA wewenang dilaksanakan). Administrasi dan
badan penanggungjawab melaksanakan tugas yang diserahkan oleh negara atas dasar
perumusan “order”” secara kuantitatif dan kualitatif, lalu disepakatilah
anggaran biaya untuk pelaksanaan order tersebut (order kerja dan anggaran
umum).
New
Public Management
New Public Management tidak selalu dipahami sama oleh semua orang.
Bagi sementara orang, NPM adalah suatu sistem manajemen desentral dengan
perangkat-perangkat manajemen baru seperti controlling, benchmarking dan
lean management; bagi yang lain, NPM dipahami sebagai privatisasi
sejauh mungkin atas aktivitas pemerintah. Sebagian besar penulis membedakan
antara pendekatan manajemen sebagai perangkat baru pengendalian pemerintah dan
pendekatan persaingan sebagai deregulasi secara maksimal serta penciptaan
persaingan pada penyediaan layanan pemerintah kepada rakyat. Jika disimpulkan,
NPM memiliki ciri-ciri berikut: Pengendalian yang berorientasi pada persaingan
dengan cara pemisahan wewenang antara pihak yang memberi dana dan pihak
pelaksana tugas; pemfokusan pada efektifitas, efisiensi dan mutu pelaksanaan
tugas; pemisahan manajemen strategis (APA?) dari manajemen operasional
(BAGAIMANA?); Dalam pemberian order dan anggaran umum, pelaksana order swasta
dan pemerintah diperlakukan sama. Adanya upaya meningkatkan inovasi yang
terarah (sebagai bagian dari order kerja) karena adanya pendelegasian (bukan
hanya desentralisasi) manajemen operasional.
KARAKTERISTIK DAN PRINSIP NEW PUBLIC MANAGEMENT (by Hood,
1991)
M.Minougue (2000) paling tidak menyebut adanya 5
karakteristik utama Public Management, yaitu:
1. A separation of strategic policy from operational
management. Public management lebih banyak terkait dengan tugas-tugas
operasional pemerintahaan dari pada peran perumusan kebijakan.
2. A concern with results rather than process and
procedure. Public management lebih berkonsentrasi pada upaya mencapai
tujuan daripada upaya berkutat dengan proses dan prosedur.
3. An orientation the needs of customer rather than those
of bureaucratic organizations. Public management lebih banyak berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dari pada kebutuhan birokrasi.
4. A withdrawal from direct service provision in favour of
a steering or enabling role. Public management menghindarkan diri dari
berperan memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat sesuai dengan peran
nutamanya memberikan arahan saja atau pemberdayaan kepada masyarakat.
5. A trans formed bureaucratic culture/ A change to
entrepreneurial management culture. Public management mengubah diri dari
budaya birokrasi.
Prinsip New Public Management (by Hood, 1991)
- Lebih berfokus pada manajemen,
bukan kebijakan.
- Adanya standar yang jelas dan
dilakukannya pengukuran terhadap kinerja yang dicapainya.
- Penekanan yang lebih besar pada
pengendalian atas hasil (output), bukan pada prosedur.
- Pergeseran ke arah adanya tingkat
persaingan yang lebih besar didalam sektor pelayanan publik.
- Penekanan pada pengembangan
pola-pola manajemen sebagaimana yang dipraktikan pada sektor swasta untuk
mendukung perbaikan kinerja pelayanan publik.
- Adanya pergeseran ke arah pemecahan
ke dalam berbagai unit organisasi yang lebih kecil dalam sektor pelayanan
publik.
- Penekanan yang lebih besar pada disiplin dan parsimony
dalam penggunaan sumber daya.
a. Tujuan
Tujuan New Public Management adalah untuk merubah administrasi public
sedemikian rupa sehingga, kalaupun belum bisa menjadi perusahaan, ia bisa lebih
bersifat seperti perusahaan. Administrasi publik sebagai penyedia jasa bagi
warga harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan
efektif. Tapi, di lain pihak ia tidak boleh berorientasi pada laba. Padahal ini
wajib bagi sebuah perusahaan kalau ia ingin tetap bertahan dalam pasar yang
penuh persaingan.
Tujuan di atas bukanlah satu tujuan yang tak dapat dicapai,
seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman dari berbagai negara (Swedia, Belanda,
Selandia Baru, AS, Britania Raya, dls.) yang beberapa tahun lalu merasa harus
melakukan reformasi terhadap kinerja administrasi publik di negara mereka.
Reformasi ini juga menjadi semakin penting di negara-negara lain dan juga di
Amerika Latin. Alasan mengapa politik dan administrasi tertarik pada NPM sangat
beranekaragam dan cenderung tak jelas: adminsitrasi mengharapkan memperoleh
otonomi yang lebih besar dan debirokratisasi, pihak politisi yang mengurus
masalah keuangan (parlemen, DPRD) ingin secepat mungkin mereformasi anggaran,
sementara pemerintah dan juga parlemen mengharapkan memperoleh kemungkinan pengendalian
yang lebih besar dan baru. Banyak politisi khawatir, dengan anggaran umum
(Globalbudget) pihak pemerintah dan administrasi hendak melepaskan diri dari
kewajiban justifikasi dan ingin melucuti wewenang parlemen dalam membuat keputusan
dengan cara mengajukan anggaran yang tak berarti. Pihak pelaksana order kecewa jika
dilakukan pemangkasan anggaran atas dasar perbandingan produksi dan biaya (benchmarking).
Indikator produksi dianggap “tak memadai” atau keseluruhannya dilihat sebagai
“dampak negatif ekonomi” yang tak pada tempatnya atau sebagai penghinaan
terhadap administrasi yang profesional. Untuk menilai administrasi dalam kasus
konkritnya, orang harus terlebih dulu menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
·
Hasil atau tujuan apa saja yang akan dicapai? (outcome)
·
Kerja apa saja yang diperlukan untuk bisa memenuhi tujuan (hasil)
ini? (output)
·
Siapa yang harus melaksanakan kerja tersebut?
·
Berapa banyak dana pemerintah yang harus digunakan untuk itu?
Semakin monopolistik
kondisi umum yang harus dihadapinya maka makin penting pula perbandingan hasil
kerja dan biaya dalam administrasi publik. Akibatnya, si “klien” (warga) tidak
bisa “memilih” sekolah, jasa pembuangan sampah atau polisi (karena semuanya
ditangani pemerintah atau pemkot). Karena seringkali tidak ada dana yang
memadai, maka pajakpun atau “harga pasar” tidak mempengaruhi sistem, misalnya
sistem kepolisian. Selain biaya, outcome, output dan lain-lainnya juga harus
dipahami dengan teliti. Ini selalu memunculkan kontroversi besar menyangkut
pengukuran dan kualitasnya. Karena itu jaminan kualitas dalam sector publik
masih lebih penting, tapi juga kadang-kadang lebih rumit daripada di perusahaan-perusahaan
swasta. Karena, misalnya, harus dilakukan evaluasievaluasi yang menyeluruh dan
banyak makan biaya. Artinya, harus ada evaluasi yang menggunakan metode yang dapat
merambah seluruh bidang dalam administrasi publik terhadap dampak yang telah
dicapai dari upaya-upaya yang dilakukan.
b. Tuntutan dan prasyarat
Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan
dengan syarat ada cukup jumlah pendukung “yang kritis” yang menghendaki
reformasi. Para pendukung ini harus berasal dari administrasi (pemda, pemkot)
dan politik; berarti mereka harus seorang birokrat dan politisi. Warga juga
akan setuju dengan penerapan NPM ini karena mereka banyak mengkritisi kelemahan
atau kinerja administrasi yang loyo. Namun demikian, reformasi ini harus
didukung bersama agar warga bisa memberikan tekanan yang dibutuhkan terhadap
politisi dan pihak administrasi untuk menyelesaikan proses reformasi dengan
sukses. Harus jelas bahwa restrukturisasi seperti ini punya harga, tapi harus
disadari pula bahwa penghematan yang dihasilkan reformasi ini bisa dengan mudah
membiayai kembali investasi. Akan tetapi, sebelum upaya penerapan New Public
Management ini bisa direalisasikan, harus diciptakan dulu prakondisi, yakni
pertama, batasan tanggung jawab antara unit perencana dan unit pelaksana
(politik dan administrasi) dan perangkat sumber daya yang bersifat desentral.
i. Batasan tanggung
jawab
Seperti telah diindikasikan di atas, manajemen publik baru
merupakan isu menyangkut penetapan “apa” dan “bagaimana”. Di sini unit
perencana (tataran politik: parlemen pusat atau daerah) menentukan apa yang
harus dihasilkan administrasi (pemerintah daerah atau pemerintah kota). Contohnya,
politik hendak menciptakan citra kota yang baik, membuat taman kota dipelihara
dan mempertahankan pohon-pohon yang tumbuh di kota. Untuk merealisasikan ini,
unit perencana menetapkan cakupan dan kualitas. Kemudian ditentukan berapa
sering areal hijau tersebut dibersihkan dan rumputnya dipotong. Sekarang tugas
unit pelaksana: pihak administrasi
menghitung biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan kerja yang digambarkan di atas. Ini berarti, pihak
administrasi membuat proposal permintaan dana kepada pihak politik (parlemen).
Apabila parlemen setuju dengan permintaan dana tersebut, maka akan dibuat
kesepakatan. Tapi, kalau pihak pemerintah tidak setuju dan menganggap tawaran
tersebut terlalu tinggi, masih ada beberapa kemungkinan lain untuk bisa membuat
kesepakatan. Pemerintah atau unit perencana bisa menurunkan tuntutan
kualitasnya atau meminta administrasi untuk melakukan outsourcing agar
administrasi tidak perlu melakukan sendiri kerja tersebut, tapi bisa menyuruh
pihak lain, misalnya pihak swasta. Namun, proses ini juga bisa berakhir dengan
keputusan pemerintah untuk menyediakan sumber dana yang lebih besar kepada
pihak unit pelaksana atau administrasi dan dengan demikian menerima proposal awal.
Pada proses penentuan kesepakatan, pihak pelaksana tetap menjadi
pihak yang menentukan pertanyaan, bagaimana pekerjaan harus dilakukan. Hal ini khususnya
terletak pada sektor yang disebut alokasi sumber daya, yaitu bidang yang
menentukan kebutuhan biaya untuk personal, investasi dan pengeluaran-pengeluaran
lainnya. Dengan adanya pemisahan antara keputusan strategis (perencana) dan keputusan
pihak pelaksana, maka tumpang tindih wewenang akan bisadikurangi–yang pada
gilirannya menghasilkan pembagian wewenang yang lebih jelas di antara kedua
pihak. Ini hanya bisa dilakukan dengan cara mendelegasikan wewenang kepada
administrasi. Tapi di lain pihak, ini juga berarti bahwa pihak perencana
(pemerintah) mendapatkan ruang gerak yang lebih leluasa, yang memungkinkannya
siap membuat keputusan yang benarbenar penting dan melihat serta menilai
efisiensi kerja administrasi.
ii. Penyatuan
tanggung jawab yang mengurus bidang kerja dan dana.
Dewasa ini pembagian tugas di kebanyakan administrasi publik
ditandai dengan pemisahan antara wewenang yang mengurus bidang kerja dan wewenang
yang membidangi dana. Tugas diserahkan pada departemendepartemen, kantor-kantor
atau unit-unit administrasi, sementara dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas tersebut berada di bawah tanggung jawab bagian lain. Dana diberikan
kepada departemen-departemen melalui anggaran yang rinci. Dalam anggaran ini
juga telah ditentukan alokasi dana. Sejalan dengan waktu, tugas-tugas yang
dilakukan masing-masing departemen, kantor dan sejenisnya menjadi kerja rutin.
Keputusan tentang dana yang disediakan tidak lagi dilihat dalam hubungannya
dengan tugas yang diserahkan. Artinya, si pemberi dana tidak tahu lagi diapakan
saja dana yang telah dialokasikan; ia hanya berorientasi pada ketersediaan
dana. Ini berarti tidak lagi keterikatan antara order/tugas dengan dana yang
diberikan. Pihak administrasi (pemda/pemkot) merespon ini dengan jawaban bahwa merekalah
yang menetapkan berapa banyak layanan yang hendak diproduksi dan bagaimana
kualitasnya. Fenomena ini merupakan salah satu alasan tergerogotinya hak
parlemen dan dewan kota atau DPRD dalam ikut menentukan anggaran.
Perangkat-perangkat
New Public Management
a.
Manajemen kontrak
Penyelenggaraan
administrasi publik selama ini ditandai dengan keputusankeputusan yang bersifat
hirarkis dan berdasarkan petunjuk-petunjuk khusus. Dengan perangkat manajemen
kontrak, praktek ini akan diubah – yakni dengan membuat kesepakatan tentang
biaya dan apa yang harus dikerjakan. Yang dimaksud dengan manajemen kontrak
adalah penyelenggaraan administrasi melalui kesepakatan-kesepakatan tentang tujuan
yang hendak dicapai. Kesepakatan
ini mencakup mulai dari tujuan
yang hendak diraih hingga pengawasan terhadap proses pencapaian tujuan
tersebut. Landasan manajemen kontrak adalah kontrak atau perjanjian antara
pihak-pihak yang membuat perjanjian. Siapakah pihak yang membuat perjanjian
ini? Pihak pertama adalah pemerintah (politik), dan pihak lainnya adalah pihak
yang memberikan layanan atau pihak pelaksana. Dalam prakteknya, pemerintah –
tergantung pada masing-masing konstitusinya, terdiri dari parlemen (untuk
sistem parlementer) atau presiden bekerjasama dengan parlemen (untuk sistem
presidensiil). Di tingkat daerah ada DPRD yang menjadi pemberi order dan di
lain pihak ada pemerintah daerah sebagai unit pelaksana. Seperti yang telah
diuraikan dalam sub bahasan tentang pembatasan tanggung jawab, petunjukpetunjuk
strategis untuk mencapai tujuan ditentukan oleh parlemen (pusat atau daerah)
yang nantinya harus bertanggung jawab kepada warga, sementara di lain pihak
unit pelaksana (administrasi: pemda atau pemkot) merupakan pihak pemberi
layanan yang profesional – yang bertanggung jawab untuk menghasilkan kerja yang
efisien. Asas manajemen kontrak juga bisa diterapkan dalam penyelenggaraan
administrasi. Pimpinan masing-masing bagian harus mendelegasikan tugas kerja
kepada karyawan yang bertanggung jawab. Karyawan ini membuat kerja tertentu
dalam divisinya. Selain mendelegasikan tugas, pimpinan juga berbicara dengan
karyawannya tentang hasil kerja, anggaran dan ruang gerak untuk bertindak. Apa
yang dimaksud dengan manajemen kontrak di sini bukanlah kontrak atau
perjanjian-perjanjian yang mengikat secara hukum seperti halnya dalam dunia
bisnis, tapi menyangkut kesepakatan tujuan yang bersifat mengikat tentang
jangka waktu yang telah ditetapkan. Kesepakatan ini mengandung tiga unsur
penting. Dalam perjanjian ditetapkan produk serta kerja yang harus dilakukan
berdasarkan kuantitas dan kualitas (tujuan kerja) serta anggaran yang
dibutuhkan (tujuan keuangan). Yang penting dalam kesepakatan ini adalah bahwa
si pemberi order menjelaskan produk yang diinginkan, tapi tidak menentukan
bagaimana proses kerjanya dilakukan. Ini berarti, bagaimana pihak pelaksana
mengerjakan produk yang diinginkan sang pemberi order adalah urusan mereka
sendiri, tapi tentu saja untuk bisa menghasilkan produk yang diminta, si
pelaksana harus memahami obyek yang akan digarap.
b.
Penyerahan tanggung jawab di bidang sumber daya
Manajemen
kontrak bertujuan mengarahkan perhatian utama dan minat bagianbagian di kantor
administrasi pada hasil kerja mereka. Secara teknis ia berfungsi sebagai
berikut: pekerjaan yang harus dihasilkan oleh sebuah bagian atau departemen
(produk) didefinisikan dengan jelas. Agar dapat melakukan pekerjaan ini,
departemen tersebut memperoleh anggaran yang disesuaikan dengan produk yang
dipesan. Dari anggaran inilah dapartemen harus membiayai semua pekerjaan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk tersebut. Apabila ada pekerjaan yang
dilakukan oleh bagian (departemen) lain–karena misalnya–tidak ada cukup
personil dalam departemennya sendiri, maka pekerjaan itu secara prinsip harus
dibayar. Anggaran yang telah ditetapkan untuk satu produk tidak bisa ditambah.
Apabila di tengah-tengah tahun pelaksanaan anggaran dana yang diperlukan
ternyata kurang, pihak pelaksana harus bisa memikirkan jalan keluarnya. Dana
tambahan dapat disetujui parlemen hanya apabila terjadi penambahan tugas yang
relevan – yang tidak bisa direncanakan sebelumnya, dan apabila pihak departemen
yang mengerjakan order telah mencoba semua kemungkinan untuk menutupi biaya
yang kurang. Apakah departemen telah bekerja dengan baik atau tidak, hal itu
diukur dari tingkat keberhasilan memenuhi kesepakatan kerja yang telah
dilakukan sebelumnya. Untuk bisa bekerja dengan baik, departemen membutuhkan
ruang gerak yang memadai. Departemen harus diberikan kebebasan untuk menentukan
sendiri bagaimana ia menyelesaikan kerja yang diberikan oleh pihak pemberi
order. Oleh karena itu, kepada mereka (departemen) harus diserahkan tanggung
jawab untuk mengatur penggunaan sumber daya (dana, posisi, personalia,
perangkat penunjang) sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Apabila
aturan-aturan telah ditentukan sebelumnya oleh pusat, departemen bisa mengelola
sendiri sumber dayanya dan/atau menukarnya satu sama lain.
c.
Orientasi pada hasil kerja (output)
Satu
masalah khusus pada proses pengendalian tata kerja administrasi yang
berdasarkan pada output adalah masalah pengukuran output itu sendiri. Karena
selain mengukur jumlah produk
kerja yang telah dicapai (kuantitatif), juga harus dilakukan pengukuran
kualitas produk kerja (kualitatif). Di negara-negara yang administrasinya tidak
berorientasi pada pelayanan masyarakat, unsur kualitatif ini seringkali
diabaikan – jika tidak mau dikatakan sama sekali tak ada. Karena itu penerapan
upaya-upaya manajemen yang bertujuan meningkatkan mutu pelayanan – dalam
kaitannya dengan kepuasan masyarakat – menjadi tantangan besar.
d.
Controlling
Controlling
bisa diartikan sebagai satu konsep terpadu guna mengendalikan administrasi
secara efisien dan ekonomis – dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh politik. Untuk bisa berfungsi seperti ini, controlling harus
menyediakan informasi yang dibutuhkan pada saat yang tepat. Pengadaan informasi
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang dimiliki manajemen politik atau
pemerintah sebagai pihak perencana, dan administrasi sebagai pelaksana.
Controlling mencakup semua fungsi
yang bertujuan memperbaiki pengadaan informasi pada instansi-instansi di
tingkat atas. Controlling juga menangani fungsifungsi tertentu , seperti
mengenali kebutuhan akan informasi, pengadaan informasi, penyiapan dan
penerapan praktis metode-metode analisa dan evaluasi, serta persiapan
pengolahan informasi untuk perencanaan dan pengawasan hasil.
e.
Orientasi pada warga/pelanggan
Intisari
New Public Management berbunyi: ”Segala sesuatu yang tidak bermanfaat bagi
warga adalah pemborosan.” Kalimat ini mengungkapkan bahwa administrasi
bukanlah tujuan akhir, dan ia hanya punya satu tugas, yakni memberikan
layanan kepada rakyat yang memang berhak mendapatkannya. Di beberapa
negara pernah dikembangkan apa yang disebut “citizen charta” (piagam warga)
yang merangkum hak-hak apa saja yang dimiliki warga sebagai pembayar pajak
kepada negara. Ini artinya, warga tidak lagi dilihat sebagai abdi, melainkan
sebagai pelanggan yang karena pajak yang dibayarkannya mempunyai hak atas
layanan dalam jumlah tertentu dan kualitas tertentu pula. Jadi,
negara dilihat sebagai suatu perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing
dengan pihak swasta, tapi di lain pihak, dalam bidang-bidang tertentu memonopoli
layanan jasa, namun dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas
maksimal sejalan dengan benchmarking dan administrasi-asministrasi
public lainnya.
Dengan
demikian, tugas administrasi adalah menciptakan transparansi dan tercapainya
layanan, memberdayakan personil dalam melayani masyarakat, serta menciptakan
kondisi yang berorientasi pada pelayanan. Tujuan ini harus diraih antara lain
dengan langkah-langkah berikut:
·
Memberikan
informasi yang komprehensif secara aktif kepada warga tentang layanan jasa yang
ditawarkan, sehinga warga bisa menilai layanan tersebut dan bisa memutuskan
untuk menolak atau menerimanya.
·
Membuat
layanan bisa diraih secara mudah – baik dari segi waktu maupun tempat, yakni membuat
tawaran yang desentral dan waktu buka layanan yang fleksibel.
·
Memberikan
pelatihan kepada personil (karyawan) administrasi publik sehingga memiliki
keterampilan ketika berhadapan dengan pelanggan.
·
Memperbaiki
kualitas hubungan dengan warga dan upaya-upaya marketing – misalnya dengan cara
melakukan pengecekan terhadap kepuasan pelanggan dan menyesuaikan tawaran
layanan pada permintaan warga sebagai pelanggan.
f.
Personalia
Personalia
merupakan faktor kunci bagi suksesnya sebuah proses modernisasi. Modernisasi
administrasi publik hanya akan berhasil apabila potensi sumber daya manusia
dimanfaatkan secara maksimal, atau – jika ada kekurangan di bidang ini –
memperbaiki sumber daya manusianya (human capital). Dalam proses
modernisasi penting sekali melibatkan karyawan, karena tanpa itu hanya akan
dicapai ketidakpastian dan seringkali sikap penolakan (boikot) yang merintangi
pelaksanaan reformasi. Di sini harus ditentukan sedini mungkin tujuan-tujuan
yang jelas untuk menyadarkan makna modernisasi kepada karyawan dan juga untuk
menunjukkan keuntungan apa saja yang mereka miliki dengan adanya tujuan yang
jelas tersebut. Untuk membentuk manajemen personalia yang sukses, harus diambil
beberapa langkah berbeda. Langkah yang paling utama adalah upaya ofensif dalam
meningkatkan kualifikasi karyawan. Langkah ini berupa pendidikan dan pelatihan
– guna meningkatkan pengetahuan di bidang ekonomi perusahaan, manajemen dan
komunikasi. Jadi, perlu dilakukan investasi terarah kepada peningkatan
kompetensi keahlian dan sosial para karyawan. Langkah-langkah ini terutama
sekali perlu dilakukan di negara-negara di mana proses menjadi karyawan dalam
kantor public tidak berdasarkan kualifikasi dan realibitas karyawan, melainkan
melalui nepotisme atau cara-cara politis.
g.
Teknik informasi
Prinsip-prinsip
manajemen yang telah diuraikan di atas beserta seluruh bentuk pengendalian
membutuhkan suatu sistem informasi yang sempurna. Penggabungan informasi dan
komunikasi yang cepat, pemadatan data untuk pengendalian dan kemungkinan mengakses
kumpulan data guna memenuhi keinginan pelanggan. Semua itu membutuhkan jaringan
alat pengolahan data sehingga pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat, dan,
terutama sekali bisa dipercaya. Tanpa teknik informasi dan komunikasi yang
menggunakan jaringan struktur klien/server, unit-unit yang bekerja secara
desentral tidak bisa dikendalikan, dan tidak mungkin pula membuat pengolahan
data klien yang memuaskan. Hanya dengan teknologi seperti ini varian one-stop-shop
dalam berhubungan dengan klien (masyarakat) bisa terjamin. Karena bentuk ini
memastikan karyawan bisa menggunakan pengetahuan administrasinya, dan melalui
buku-buku panduan organisasi digital dimungkinkan melakuan layanan jasa di
bidang administrasi tanpa harus tergantung pada waktu dan tempat.
Realisasi tindakan dan implementasi
New
Public Management tidak memiliki teori yang menyeluruh dan umumnya didasari
pada pengalaman-pengalaman empirik hasil eksperimen yang bertujuan membuat
administrasi publik menjadi lebih baik dan lebih efisien. Tujuan ini bukan
ditunjang pada keyakinan bahwa pemerintah (administrasi publik) akan bekerja
lebih baik dan lebih cepat, tetapi karena kekurangan dana: jadi bekerja secara
efisien dan lebih baik adalah keniscayaan bagi administrasi publik.
Tidak
ada buku pedoman untuk penerapan New Public Management yang menjamin kesuksesan
jika ia direalisasikan secara konsisten. Berhasil atau tidaknya New Public
Management akan sangat tergantung pada kehendak politik dari semua yang
terlibat. Itu syarat pertama. Jika syarat ini terpenuhi, harus dibuat analisa
khusus terhadap situasi, dan dalam analisa inilah ditaksir kelebihan dan
kekurangan serta risiko-risiko yang mungkin timbul – di saat dilakukan
perombakan ke arah administrasi publik yang modern, atau risiko-risiko yang memang
sudah ada. Ini merupakan situasi klasik yang menjadi titik tolak untuk
mengembangkan strategi.
Tanpa strategi seperti ini,
implementasi biasanya tidak akan berhasil, dan akan mandek di tengah jalan.
Lalu, hasilnya pun akan lebih buruk dari kondisi yang pernah ada sebelumnya. Di
lain pihak, ketidakpuasan warga terhadap efisiensi administrasi atau
penyelenggaraan pemerintahan dan tuntutan dari pihak donatur internasional
serta mitra memaksa penyelenggara pemerintah mengkaji tema “Good Governance”
ke satu arah yang mendorong terciptanya peningkatan dan perbaikan kinerja –
yang pada gilirannya menghalangi terjadinya penyalahgunaan dana dan mengakhiri
pemborosan dana. Dengan penerapan New Public Management, praktek-praktek
seperti korupsi dan nepotisme pasti bisa ditemukan dan dihentikan sejak dini.
Pada saat yang sama, melalui pembatasan tanggung jawab yang jelas, mereka yang
melakukan kesalahan bisa diminta pertanggungjawabannya. Dengan demikian, New
Public Management sangat perlu diterapkan – meski itu menuntut pekerjaan yang
tak ringan.
Kritik
terhadap Penerapan NPM
a.
Kritik Terhadap NPM :
1. Adanya perbedaan besar antara kekuatan pasar dan
kepentingan masyarakat
2. Masyarakat dianganggap hanya sebagai konsumen semata
menyebabkan masyarakat dijauhkan hakikatnya dari partisipasi
Akibatnya :
1. Terjadi krisis identitas pada sektor publik
2. Berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah
3. Restrukturisasi hubungan masyarakat dengan pemerintah
dalam pelayanan publik. Di negara-negara berkembang NPM dipengaruhi oleh world
bank, UNDP, IMF,OECD.
b.
Masalah penerapan NPM dinegara
berkembang:
1. NPM menerapkan mekanisme pasar atas kebijakan publik
sehingga kurang tepat diterapkan dinegara berkembang karena pengalamnnya
tentang ekonomi pasar masih sedikit
2. Permasalahan privatisasi perusahaan2 publik
3. Perubahan birokrasi ke mekanisme pasar apabila tidak hati2
akan mengakibatkan korupsi
4. Adanya permasalahan kelembagaan
5. Adanya keengganan untuk
berpindah kemodel pengontrakan dalam pemberian pelayanan publik jika aturan
hukum dan penegakannya tidak kuat.
Daftar pustaka
·
Mindarti,
Lely Indah. 2007. Dinamika Revolusi Teori Administrasi Publik dalam Revolusi
Administrasi Publik. Malang : Bayu Media.
·
Mungil, Agie.
2012. Perkembangan dan Penerapan New Public Management di Indonesia.
Diakses melalui www.multiply.com
·
Satriya, M.Aziz.
2012. Masalah dari Administrasi Publik di Indonesia. Diakses melalui
www.birokrasi.kompasiana.com
Komentar
Posting Komentar