BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Interaksi sosial merupakan
suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku
dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku,interaksi sosial itu sendiri
dapat berlangsung dengan baik jika aturan - aturan dan nilai – nilai yang ada
dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing –
masing,maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang
kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari – hari tentunya manusia tidak dapat
lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya,ia akan selalu perlu untuk
mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun
bertukar pikiran. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci
semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain
maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling
berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk
kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan
bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa
adanya interaksi sosial, maka
kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut
interaksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan interaksi social ?
2. Apa
sajakah syarat-syarat terjadinya interaksi social ?
3. Apa
sajakah bentuk-bentuk interaksi social ?
4.
Seperti apakah jenis-jenis interaksi social ?
5. Apa
sajakah ciri-ciri interaksi social ?
6. Apa
sajakah factor-faktor interaksi social ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk menjelaskan tentang interaksi social
2.
Untuk memaparkan syarat-syarat terjadinya interaksi social
3.
Untuk memaparkan bentuk-bentuk interaksi social
4. Untuk
memaparkan jenis-jenis interaksi social
5.
Untuk menjelaskan ciri-ciri interaksi social
6.
Untuk memaparkan factor-faktor ineraksi social
BAB II
LANDASAN TEORI
Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, idividu
(seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya
interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau
hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung
sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses
sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu
dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk
hubungan sosial.
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan
menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang
dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu
stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan
menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing
orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan
masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan
oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai
peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir
bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu
sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi individu lain.
Pengertian
Interaksi sosial menurut Bonner (
dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu,
dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain
atau sebaliknya.
A.
interaksi social
Interaksi sosial adalah ‘hubungan
timbal balik antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok dalam proses-proses sosial di masyarakat’. Hubungan timbal balik
tersebut disertai dengan adanya kontak sosial dan komunikasi. Oleh karena itu
syarat utama terjadinya interaksi sosial adalah:
(a) adanya kontak sosial antar kedua
belah pihak; dan
(b) adanya komunikasi sosial antara
kedua belah pihak.
Sedangkan pengertian proses sosial
adalah ‘proses interaksi antar aspek atau unsur sosial disepanjang aktivitas
kehidupan manusia di masyarakat’. Wujud dari aktivitas proses sosial adalah
kegiatan-kegiatan sosial individu dan kelompok dalam kehidupan sehari-hari
dalam rangka pemenuhan beragam kebutuhan hidupnya. Diantara konsep dasar dalam
kajian tetang proses sosial adalah ‘interaksi sosial’. Oleh karena itu menurut
para ahli, inti atau dasar dari proses-proses sosial di masyarakat adalah
‘interaksi sosial’ (Biesanz, J. and Biesanz, M. 1969; Soekanto, S, 2002).
Proses-proses sosial dalam kehidupan di masyarakat bersifat dinamik, dan
mendasarkan pada nilai, norma yang berlaku di masyarakat.
B.
Fungsi interaksi social
Proses interaksi sosial yang
bertentuk kerjasama atau kooperatif (asosiatif) mempunyai fungsi positif antara
lain:
(a) proses pencapaian tujuan hidup
individu atau kelompok lebih mudah terwujud;
(b) mendorong terwujudnya pola
kehidupan individu atau kelompok secara integratif;
(c) setiap individu dapat
meningkatkan kualitas beragam peran sosial dalam kehidupan kelompok;
(d) mendorong terbangunnya sikap
mental positif pada setiap individu dalam proses-proses sosialnya; dan
(e) mendorong lahirnya beragam
inovasi di berbagai bidang menuju masyarakt madani (masyarakat beradab).
Dalam batas-batas tertentu,
interaksi sosial dalam bentuk persaingan atau kompetisi (dissosiatif) mempunyai
fungsi positif, antara lain: (a) menyalurkan keinginan-keinginan individu atau
kelompok yang bersifat kompetitif; (b) sebagai media tersalurkannya keinginan,
kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian
secara baik oleh mereka yang bersaing; (c)
merupakan alat untuk menempatkan individu pada status dan peran yang sesuai
dengan kemampua/ keahliannya; dan (d)
sebagai alat menjaring para individu atau kelompok yang akhirnya menghasilkan
pembagian kerja yang efektif. Demikian juga, dalam batas-batas tertentu,
interaksi sosial dalam bentuk konflik (dissosiatif) mempunyai fungsi positif,
yaitu: (a) dapat mendorong terjadinya
perubahan pola perilaku seseorang atau kelompok ke arah yang lebih baik;
(b) dapat mendorong terjadinya atau terbangunnya
solidaritas ingroup dalam kehidupan kelompok; dan (c)
dapat mendorong lahirnya karya demi karya yang lebih inovatif atau lebih maju
(Wilson, E.K. 1966; Mack, R. and Pease, J. 1973).
C.
Tujuan interaksi sosial
Interaksi sosial merupakan faktor
paling kunci dalam proses-proses sosial. Diantara tujuan seseorang melakukan
interaksi sosial antara lain:
(a) untuk mewujudkan cita-cita atau
tujuan tertentu, baik yang bersifat individu atau kelompok;
(b) untuk proses pemenuhan aneka
kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial atau pemenuhan kebutuhan fisik dan non
fisik;
(c) untuk meningkatkan kualitas
kompetensi diri dalam berbagai aspek kehidupan sosial di masyarakat;
(d) untuk membangun solidaritas
ingroup atau outgroup dalam kehidupan sosial di masyarakat; dan
(e) dalam rangka mendapat masukan
atau media evaluai diri atau refleksi diri tentag pola perilaku yang telah di lakukan
dalam proses-proses sosial (Horton, P. and Hunt, C.L.
1984; Sunarto, K. 2000).
Dalam rangka mewujudkan tujuan
interaksi sosial tersebut, maka setiap individu selama proses interaksi sosial
harus berdasarkan kepada nilai, norma sosial yang berlaku dalam kelompoknya
atau masyarakatnya. Nilai adalah ‘sesuatu yang diangungkan, dianggap baik, dan
dijadikan sebagai pedoman berperiku Menurut Notonegoro ada tiga macam nilai,
yaitu
(1) nilai material (segala sesuatu
yang berguna bagi jasmani manusia); dan (2) nilai
vital (segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
atau aktivitas hidup); dan (3) Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian terdiri atas empat macam, yaitu:
(a)
Nilai kebenaran (kenyataan), yaitu nilai yang bersumber pada unsur akal manusia
(rasio, budi, dan cipta);
(b) Nilai keindahan, yaitu nilai
yang bersumber pada unsur perasaan manusia (estetika);
(c)
Nilai moral (kebaikan), yaitu nilai yang bersumber pada unsur, kehendak, atau
kemauan (karsa dan etika); dan
(d)
Nilai religius, yaitu nilai ketuhanan yang tertinggi, mutlak, dan abadi.
Sedangkan norma adalah‘seperangkat
aturan(tidak tertulis), yang mengatur pola kehidupan dan
interaksi seseorang dalam rangka pemenuhan beragam kebutuhan hidup’.
Fungsi nilai dan norma bagi
kehidupan bermasyarakat adalah:
(1) menetapkan harga sosial
seseorang dalam kelompok. Dengan nilai dapat menunjukkan seseorang berada pada
pelapisan sosial tertentu di masyarakat;
(2) membentuk cara berpikir dan
berperilaku secara ideal dalam masyarakat;
(3) nilai-norma dapat menjadi faktor
penentu yang terakhir bagi manusia dalam menjalankan peranan sosial;
(4) nilai-norma sebagai alat
pengawas dan pengontrol serta daya ikat tertentu agar seseorang berbuat baik
bagi kehidupan;
(5) nilai-norma sebagai alat
solidaritas di kalangan anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama; dan
(6) nilai-norma menjadi abstraksi
(gambaran) pola perilaku masyarakat (Rose, A. M.1965).
BAB III
INTERAKSI SOSIAL
A. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi
sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan
sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan
individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun
antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana
simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya
oleh mereka yang menggunakannya. Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer
adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang
dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu
itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir
adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna
dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai
sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process Interaksi
sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak
sosial dan komunikasi.
Kontak
sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi
merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi
terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal
yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi
sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan
Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu
sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini
dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan
wacana. Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui
dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari
W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan
jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain
aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi
waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi
bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan
oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum
memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.
B. Syarat-syarat Terjadinya
Interaksi Sosial
Suatu
interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat
(Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak
sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan
tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama
menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah.
Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena
orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya
dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya
teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan
melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan
sentuhan badaniah.
Kontak sosial dapat berlangsung
dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto : 59) yaitu sebagai berikut :
a.
Antara orang perorangan
Kontak
sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaankebiasaan dalam
keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses
dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat di mana dia menjadi anggota.
b.
Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak
sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakna bahwa
tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat.
c. Antara suatu kelompok manusia
dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya
adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik
lainnya.
Kontak
sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial
negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu
kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan
atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial.
Selain itu kontak sosial juga
memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang
mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak
yang sekunder memerlukan suatu perantara.
2. Komunikasi
Komunikasi
adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud
pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap
dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain aatau orang lain. Hal
ini kemudain merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan
dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat
ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap
sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi
memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi
disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena
salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.
C. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif (Processes
of Association)
a.
Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa
sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang
pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama.
Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian
besar bentuk-bentuk interaksi social atas dasar bahwa segala macam bentuk
inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini
dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola
kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan
sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga
atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila
orang dapat
digerakkan untuk mencapai suatu
tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari
mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam
pembagian kerja srta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan
selanjutnya, keahliankeahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja
sama, agar rencana kerja samanya dapat terleksana dengan baik.
Kerja
sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya)
dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah
kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar
yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah
tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja
sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama
mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena
keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya
rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Sehubungan dengan
pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1) Kerukunan yang mencakup
gotong-royong dan tolong-menolong.
2) Bargaining, yaitu
pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara
dua organisasi atau lebih.
3) Ko-optasi (Co-optation),
yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk
menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang
bersangkutan.
4) Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi
antara dua ornagisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama.
Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu,
karena dua organisasi atau lebih
tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan
lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama, maka sifatnya alaha kooperatif.
5) Joint-ventrue, yaitu
kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pemboran minyak,
pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dll.
b. Akomodasi (Accomodation)
1) Pengertian
Istilah
akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan
dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu
keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi
antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan
normanorma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin,
akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya
dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli
biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan
dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai
suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang
mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk
mengatasi ketegangan-ketegangan.
Akomodasi
sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan
pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi
dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
a) Untuk mengurangi pertentangan
antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan
paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa
antara kedua pendapat tersebut,
agar menghasilkan suatu pola yang baru.
b) Mencegah meledaknya suatu
pertentangan untuk sementara waktu.
c) Untuk memungkinkan terjadinya
kerja sama antara kelompok kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai
akibat factor factor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai
pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
d) Mengusahakan peleburan antara
kelompok-kelompok social yang terpisah.
2) Bentuk-bentuk
akomodasi
a)
Coercion,
adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan.
Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada
dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya
dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun psikologis (tidak langsung).
b)
Compromise,
adalah suatu bentuk akomodasi dimana piha kpihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak
bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula
sebaliknya.
c)
Arbitration,
merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan
tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak
ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang
berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak bertentangan.
d)
Mediation
hampir
menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga
yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas pihak ketiga
tersebut adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan
pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang
untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e)
Conciliation,
adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak
yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat
lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak
yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.
f)
Toleration,
juga sering disebut sebagai tolerant-participation. Ini merupakan suatu
bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration
timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan karena
adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat
mungkin menghindarkan diri dari suatu
perselisihan.
g)
Stalemate,
merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam
melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah pihak
sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.
h)
Adjudication,
yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
3) Hasil-hasil
akomodasi
a) Akomodasi, dan integrasi
masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindari masyarakat dari benih-benih
perentangan latent yang akan melahirkan pertentangan baru.
b) Menekan oposisi. Seringkali
suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu demi
kerugian pihak lain.
c) Koordinasi berbagai kepribadian
yang berbeda.
d) Perubahan lembaga-lembaga
kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah.
e) Perubahan-perubahan dalam
kedudukan.
f) Akomodasi membuka jalan ke arah
asimilasi.
c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi
merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara
orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usahausaha
untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Secara
singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama,
walau kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan,
atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.
Proses asimilasi timbul bila ada:
1) Kelompok-kelompok manusia yang
berbeda kebudayaannya.
2) Orang perorangan sebagai warga
kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang
lama.
3) Kebudayaan-kebudayaan dari
kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling
menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang dapat
mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah:
1) Toleransi
2) Kesempatan-kesempatan yang
seimbang di bidang ekonomi
3) Sikap menghargai orang asing
dan kebudayaannya
4) Sikap terbuka dari golongan
yang berkuasa dalam masyarakat
5) Persamaan dalam unsur-unsur
kebudayaan
6) Perkawinan campur
(amalgamation)
7) Adanya musuh bersama di luar.
Faktor-faktor umum yang dapat
menjadi penghalang terjadinya asimilasi
adalah:
1) Terisolasi kehidupan suatu
golongan tertentu dalam masyarakat.
2) Kurangnya pengetahuan mengenai
kebudayaan yang dihadapi.
3) Perasaan takut terhadap kekuatan
suatu kebudayaan yang dihadapi.
4) Perasaan bahwa suatu
kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
golongan atau kelompok lainnya.
5) Perbedaan warna kulit atau
perbedaan ciri-ciri badaniah.
6) In-group feeling yang kuat.
7) Golongan minoritas mengalami
gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8) Perbedaan kepentingan dan
pertentangan-pertentangan pribadi
2. Proses Disosiatif
Proses
disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan kerja
sama, dapat ditemukan pada setiap
masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan system
social masyarakat bersangkutan. Apakah suatu masyarakat lebih menekankan pada
salah satu bentuk oposisi, atau lebih menghargai kerja sama, hal itu tergantung
pada unsure-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut system nilai, struktur
masayarakat dan system sosialnya. Factor yang paling menentukan adalah system
nilai masyarakat tersebut.
Oposisi
dapat diartikan sebagai cara berjuang melawanseseoran atau sekelompok manusia,
untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal serta
lain-lain factor telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi.
Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup
(struggle for existence). Perlu dijelaskan bahwa pengertian struggle for
existence juga dipakai untuk menunjuk kepada suatu keadaan di mana manusia yang
satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, keadaan mana menimbulkan
kerja sama untuk dapat tetap hidup. Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit
tiga hal yaitu perjuangan manusia melawan sesame, perjuangan manusia melawan
makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangan manusia melawan alam.
Untuk
kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau proses-proses yang
disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a. Persaingan (competition)
b. Kontravensi (contravention)
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
a. Persaingan
(competition)
Adalah
suatu proses social, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu
masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka
yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk
persaingan, di antaranya :
1) Persaingan ekonomi. Timbul
karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
2) Persaingan kebudayaan. Menyangkut
persaingan kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan,
dan sebagainya.
3) Persaingan kedudukan dan
peranan. Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat
keinginan-keingian untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai
kedudukan serta peranan yang terpandang.
4) Persaingan ras. Perbedaan ras
baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan
sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas
perbedaanperbedaan dalam kebudayaan.
Persaingan dalam batas-batas
tertentu dapat memiliki beberapa fungsi,antara lain :
1) Menyalurkan
keinginan-keinginan individu ata u kelompok yang bersifat kompetitif
2) Sebagai jalan di mana
keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3) Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas
dasar seks dan social
4) Alat untuk menyaring para
warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghaslkan pembagian
kerja yang efektif.
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan berbagai
factor, antara lain :
1) Kepribadian seseorang
2) Kemajuan masyarakat
3) Solidaritas kelompok
4) disorganisasi
b. Kontravensi
(contravention)
Kontravensi
pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara
persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
1) Bentuk-bentuk kontravensi
menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker, ada 5, yaitu :
a) Yang umum meliputi
perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan
menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan
mengacaukan rencana pihak lain.
b) Yang sederhana seperti
menyangkal pernyataan orang lain di depan umum, memaki melalui selembaran
surat, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain,
dan sebagainya.
c) Yang intensif mencakup
penghasutan, menyebarkan desasdesus, mengecewakan pihak lain, dsb.
d) Yang rahasia, seperti
mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dll.
e) Yang taktis, misalnya
mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, seperti dalam
kampanye parpol dalam pemilihan umum.
2) Tipe-tipe Kontravensi
Menurut
von Wiese dan Becker terdapat tiga tipe umum kontravensi yaitu kontravensi
generasi masyarakat 9 bentokan antara generasi muda dengan tua karena perbedaan
latar belakang pendidikan, usia dan pengalaman), kontravensi yang menyangkut
seks (hubungan suami dengan istri dalam keluarga) dan kontravensi parlementer
(hubungan antara golongan mayoritas dengan minoritas dalam masyarakat baik yang
menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislative, keagamaan,
pendidikan, dan seterusnya).
Selain
tipe-tipe umum tersebut ada ada pula beberapa kontravensi yang sebenarnya
terletak di antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian,yang dimasukkan
ke dalam kategori kontravensi, yaitu :
a) Kontravensi antar masyarakat
b) Antagonism keagamaan
c) Kontravensi intelektual
d) Oposisis moral
Kontravensi, apabila dibandingkan
dengan persaingan dan pertentangan bersifat agak tertutup atau rahasia.
c. Pertentangan
atau pertikaian (conflict)
Pertentangan
atau pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok
berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman
atau kekerasan. Peyebab terjadinya pertentangan, yaitu :
1) Perbedaan individu-individu
2) Perbedaan kebudayaan
3) Perbedaan kepentingan
4) Perbedaan social
Pertentangan-pertentangan
yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan
dengan pola-pola hubungan social di dalam srtuktur social tertentu, maka
pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif.
Masyarakat
biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan,
alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang
menyediaka objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak
yang bertikai ke arah lain.
Bentuk-bentuk pertentangan antara lain :
1) Pertentengan pribadi
2) Pertentangan rasial
3) Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya
disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan
4) Pertentangan politik
5) Pertentangan yang bersifat internasional.
Akibat dari bentuk-bentuk pertentangan adalah
sebagai berikut :
1) Bertambahnya solidaritas “in-group”
atau malah sebaliknya yaitu terjadi goyah dan retaknya persatuan kelompok
2) Perubahan kepribadian
3) Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak
tertentu
D. Jenis-jenis Interaksi Sosial
Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:
1. Interaksi antara Individu dan
Individu. Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi.
Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya
interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak
lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat
dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau
keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang
bisa mengundang reaksi orang lain.
2. Interaksi antara Kelompok dan
Kelompok. Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan
sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya,
permusuhan antara Indonesia dengan Belanda pada zaman perang fisik.
3. Interaksi antara Individu dan
Kelompok. Bentuk interaksi di sini berbedabeda sesuai dengan keadaan. Interaksi
tersebut lebih mencolok manakala terjadi perbenturan antara kepentingan
perorangan dan kepentingan kelompok.
E. Ciri-ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang
2. Ada komunikasi antarpelaku
dengan menggunakan simbol-simbol
3. Ada dimensi waktu (masa
lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedan
berlangsung
4. Ada tujuan-tujuan tertentu,
terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh
pengamat. Tidak semua tindakan merupakan interaksi.
Hakikat
interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus
ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa
menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci, kesetiaan atau pengkhianatan,
maksud melukai atau menolong.
F.
Faktor-faktor Interaksi Sosial
Kelangsungan
interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan
proses yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda-bedakan beberapa faktor
yang mendasarinys, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu (vide Bonner,
Social Psychology, no. 3):
1.
Faktor Imitasi
Gabriel
Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan faktor
imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam
interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar
berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi
kata-kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan
mengimitasi penggunaannya dari orang lain. Lebih jauh, tidak hanya berbicara
yang merupakan alat komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya
untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya,
tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih,
cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain. Selain itu, pada
lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai
peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang
perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok
untuk melaksanakan perbuatanperbuatan yang baik.
Peranan
imitasi dalam interaksi sosialjuga mempunyai segi-segi yang negatif. Yaitu,
apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan
yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses
imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi
jumlah serba besar. Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial
dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik,
seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain, adanya
peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan
malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya.
Imitasi
bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan
oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi
sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam
pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.
2. Faktor Sugesti
Arti
sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hamper sama.
Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di
luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap
dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu
jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu
menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang
lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Secara
garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang
memudahkan sugesti terjadi, yaitu:
a. Sugesti karena
hambatan berpikir
Dalam
proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih
pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan
kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang
dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia – ketika
terkena sugesti – berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu
sudah agak terkendala. Hal ini juga dapat terjadi – misalnya – apabila orang
itu sudah lelah berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu
dikurangi dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional.
Misalnya: Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali diadakan
pada malam hari ketika orang sudah cape dari pekerjaannya. Selanjutnya mereka
pun senantiasa memasukkan dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik
perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi sugesti kepada
orang banyak itu.
b. Sugesti karena
keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
Selain
dari keadaan ketika pikiran kita dihambat karean kelelahan atau karena
rangsangan emosional, sugesti itu pun mudah terjadi pada diri seseorang apabila
ia mengalami disosiasi dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu
mengalami keadaan terpecah-belah. Hal
ini dapat terjadi – misalnya –
apabila orang yangbersangkutan menjadi bingung karena ia dihadapkan pada
kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu kompleks bagi daya penampungannya.
Apabila orang menjadi bingung, maka ia lebih mudah terkena sugesti orang lain
yang mengetahui jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu.
Keadaan semacam ini dapat pula menerangkan mengapa dalam zaman modern ini
orang-orang yang biasanya berobat kepada dokter juga mendatangi dukun untuk
memperoleh sugestinya yang dapat membantu orang yang bersangkutan mengatasi
kesulitan-kesulitan jiwanya.
c. Sugesti karena
otoritas atau prestise
Dalam
hal ini, orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu
apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya
sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial
yang tinggi.
d. Sugesti karena
mayoritas
Dalam
hal ini, orang lebih cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan
apabila ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari
golongannya, kelompknya atau masyarakatnya.
e. Sugesti karena ”will
to believe”
Terdapat
pendapat bahwa sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan
pandangn-pandangan tertentu pada orang-orang.
Dengan
demikian yang terjadi dalam sugesti itu adalah diterimanya suatu
sikap-pandangan tertentu karena sikap-pandangan itu sebenarnya sudah tersapat
padanya tetapi dalam kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima
tanpa pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi orang yang
bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan
hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya.
3. Fakor
Identifikasi
Identifikasi
adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul
dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial
dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam
kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi
dan ia pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama.
Pertama
ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar
yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar
norma-normanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang
disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik
melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam psikologi
berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain.
Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan
kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi
justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih
sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma
dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya,
manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita,
atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam
kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya
tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah,
manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu,
terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi
kehidupannya serba ragam.
Ikatan
yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi
merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang
saling mengimitasi tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung
antara orang-orang yang tidak saling kenal,
sedangkan orang tempat kita
mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan
perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan
proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf
kesadaran kita.
4.
Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai
perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas
dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses
identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu
merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang
lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang
atau lebih. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang
perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba.
Gejala
identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam
hal simpati yang timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja sama di
mana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga ia
dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu.
Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu
menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya
karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan
utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan
pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin
mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal.
Hubungan
simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang
setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi
seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja
sama, identifikasi bermaksud belajar.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Interaksi
sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana
kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan
individu yang lain, atau sebaliknya. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan
komunikasi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu antara
orang perorangan, antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya, antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang
berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya
komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui oleh kelompok lain atau
orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang
akan dilakukannya.
Bentuk-bentuk
interaksi sosial ada yang disebut Proses Asosiatif (Processes of Association)
dan Proses Disosiatif (Processes of Dissociation). Yang termasuk proses
asosiasi adalah (1) Kerja Sama (Cooperation), yang mempunyai lima
bentuk, yaitu: Kerukunan, Bargaining, Ko-optasi (Co-optation),
Koalisi (Coalition), dan Joint-ventrue. (2) Akomodasi (Accomodation),
yang mempunyai betuk-bentuk: Coercion, Compromise, Arbitration,
Mediation, Conciliation, Toleration, Stalemate, dan Adjudication.
(3) Asimilasi (Assimilation). Yang termasuk proses disosiatif
yaitu Persaingan (competition), Kontravensi (contravention), dan Pertentangan
atau pertikaian (conflict). Yang termasuk bentuk persaingan yaitu Persaingan
ekonomi, Persaingan kebudayaan, Persaingan kedudukan dan peranan, dan
Persaingan ras. Yang termasuk ke dalam bentuk kontravensi yaitu kontravensi
yang umum, sederhana, intensif, rahasia, dan taktis.
Bentuk-bentuk
pertentangan antara lain: Pertentengan pribadi, Pertentangan rasial,
Pertentangan antara kelas-kelas sosial, Pertentangan politik, dan Pertentangan
yang bersifat internasional. Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu: Interaksi
antara Individu dan Individu, Interaksi antara Kelompok dan Kelompok, dan
Interaksi antara Individu dan Kelompok.
Interaksi
sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Ada pelaku dengan jumlah lebih dari
satu orang, Ada komunikasi antarpelaku, Ada dimensi waktu, dan Ada
tujuan-tujuan tertentu.
Faktor-faktor
dalam interaksi sosial yaitu Faktor Imitasi, Faktor Sugesti, Fakor
Identifikasi, dan Faktor Simpati.
DAFTAR PUSTAKA
Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial.
Bandung: PT Refika Aditama.
Sitorus, M. 2001. Berkenalan dengan Sosiologi
Edisi Kedua Kelas 2 SMA.
Bandung: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Sosiologi, Tim. 2003. Sosiologi Suatu Kajian
Kehidupan Masyarakat Kelas 1
SMA. Jakarta: Yudhistira.
Komentar
Posting Komentar